Friday, May 11, 2007

Cinta dan Komitmen

"...saya sendiri tidak pernah punya hubungan serius."
"Maksud kamu...tidak sempat?"
"Tepat! Itu faktor utama!" Re tergelak.
"Separah itukah?"
Tawanya menghilang seketika. "Sepatutnyakah itu disebut parah?" Re bertanya sungguh-sungguh.

"Bukannya gitu? Dengan pekerjaan yang rawan stres, masa kamu tidak ingin punya seseorang yang bisa bikin kamu nyaman? Seseorang yang bisa memasakkan kamu makan malam, diajak ke bioskop, jalan-jalan, shopping..."

"Sebentar, sebentar," potong Re, "satu-satu dulu: pertama, saya tidak suka shopping. Untuk jalan-jalan atau nonton saya punya beberapa sahabat yang bisa diajak pergi. Saya punya pembantu di rumah yang jago masak, well, saya sendiri lebih sering makan di luar. Dan saya pikir saya punya kemampuan independen untuk menciptakan rasa nyaman...tapi, TAPI, kalau ternyata ada satu orang yang bisa menjalankan semua fungsi itu sekaligus, hmm, boleh juga." Ia tersenyum. "Itukah alasan kamu menikah Rana, karena menemukan paket all-in-one?"

"Kira-kira...iya." Nada bicaranya semakin mirip balon gas lepas. Mengapung tanpa arah.
"Tapi, tidak seperti yang kamu bayangkan?"
Rana menghela napas. "Banyak sisi yang ikut muncul, sisi yang sebenarnya pasti ada, tapi tidak pernah diharapakan. Nah, di sanalah gunanya komitmen."
"Komitmen memang alasan paling bagus untuk berkompensasi."
Rana benar-benar tidak suka pembicaraan ini.

"Mungkin itu salah satu alasan kenapa saya tidak pernah mau serius berkomitmen. Kompromi di pekerjaan bisa dihitung harganya. Tapi untuk urusan hati, saya pikir siapa pun setuju, harganya tidak ternilai," ujar Re dengan ringannya.

"Cinta kan butuh pengorbanan, " tukas Rana pelan.
"Lalu idiot mana yang menulis: love shall set you free ?! Tadinya saya pikir, cinta seharusnya adalah tiket menuju kebebasan, bukan pengorbanan. Agaknya konsep itu terlalu utopis, ya?"

Lama mereka berdua terdiam. Terlalu lama, sehingga menyiratkan segalanya.
______

Tadi sempat baca2 ulang novel kesukaanku ini (ok kenapa aku suka bgt baca Supernova, krn isinya tuh byk bgt yg bisa digali..hahaha...tp lebih keren Alkitab kok ;p ), n jadinya mikirin percakapan antara dua tokoh utamanya ini. Aku pernah baca kalimat yg sangat indah, "You don't marry someone you can live with, you marry someone you can't live without." Tp apakah itu cuma sekedar kalimat indah yg utopis dan terlalu muluk buat dipraktekkan? Kalau kita berangkat dari konsep bahwa nggak ada manusia yg sempurna, jelas komitmen itu dibutuhkan untuk menerima kelemahan2 orang lain. Tapi, mungkin nggak ya menemukan org yg bahkan kelemahannya pun justru menambah perasaan sayang kita? (jwbn: mungkin. Dan itulah hebatnya)

well, newae, sbg orang yg praktis aku terima bahwa komitmen lebih penting daripada cinta. Itu makanya jaman gadis dipingit dan anak2 dijodohin dulu, dunia enggak lebih kacau daripada sekarang, dimana konsep "menikah karena cinta" diagung-agungkan. Hm.. apakah komitmen berarti "menurunkan standar" kita?

Cinta yang butuh pengorbanan... tidak masalah buatku apakah "cinta" itu nantinya menuntun pada kebebasan atau pengorbanan, asal dia yg dibebaskan atau berkorban itu merasa bahagia. Toh itu yg semua orang kejar, kebahagiaan. Kalau emg dgn berkorban seorang pencinta lebih bahagia, ya sudah. Meskipun barangkali itu perbuatan paling bodoh yang pernah dia lakukan seumur hidupnya.

2 comments:

Anonymous said...

lol ceh i actually thought u wrote that first bit...

joy the penguin said...

wahahahahahaha aint tt good yet, dude! but if u can, find the book "Supernova" by Dee. It's the only scientific-romantic novel tt i know of.