Berhubung sekarang kekuatan mental dan fisik saya sudah tidak dibutuhkan untuk arsitektur, inilah saatnya menuangkan tenaga otak yang kelebihan untuk satu kegiatan produktif nan intelektual: berteori.
Satu teori yang saya pikir-pikirkan sejak beberapa waktu lalu yaitu Teori Transplantasi. Intinya: hubungan antar manusia, terutama antara pria dan wanita, itu mirip dengan transplantasi organ. Sebelum saudara tertawa berguling-guling, atau istilah kerennya "ROFL", mohon saudara sudi membaca kelanjutan buah pikiran saya.
Pernahkah anda terpaksa berpisah dengan seseorang yang saudara sayangi, yang saudara puja, baik secara terhormat maupun tidak hormat, dan kemudian menjalani hari-hari saudara dengan kelam kelabu, merasa bahwa hujan berarti langit turut menangisi nasib saudara, dan teriknya matahari adalah rasa simpatinya yang diberikan sepenuh tenaga. Saudara ingin tidur, lelap dan tidak perlu bangun lagi, karena terbangun berarti menghadapi kenyataan bahwa orang yang disayang tidak ada di sisi saudara. Bisa saja saudara mengutuki diri dan berulang- ulang me replay perpisahan saudara tersebut, berpikir "Seandainya ini..." atau "Seandainya itu...." Mungkin juga saudara ingin mencabut nyawa dengan berbagai-bagai metoda, dari mulai minum Baygon (cara yang menurut saya agak kurang berkelas, namun murah dan konon efektif), sampai terjun melompat dari tempat tinggi. (terus terang agak sulit dilaksanakan di Indonesia, karena harga unit rumah susun tak disesuaikan dengan isi kantong masyarakat awam.) Apapun itu, saudara merasa tidak akan lagi bisa menyayangi seperti saudara telah menyayangi, berbagi seperti saudara telah berbagi, tertawa seperti saudara telah tertawa, percaya seperti saudara telah percaya.
Tapi kemudian, saudara bertemu dengan seseorang yang membuat dunia kembali berwarna, ditambah waktu yang cenderung membuat kenangan terpahit sekalipun menjadi indahnya nostalgia. Maka saudara bertanya ,"Apakah mungkin aku akan bisa kembali percaya, tertawa, berbagi? Apakah mungkin aku akan bisa kembali menyayangi?"
Lalu, saudara menggeleng-gelengkan kepala, dan otak saudara mengutuki bahwa saudara tidak setia! Semua kesedihan itu, rasa perih itu, tangis-tangis itu! Sia-sia! Saudara merasa bahwa perasaan indah yang baru timbul tapi dimungkiri habis-habisan itu adalah pelarian. Hanya pelarian, tidak lebih. Betapa cepatnya saudara bisa lupa akan kepedihan, yang tadinya dikira tidak berkesudahan! Betapa mudahnya saudara menggeser rasa sayang, menghapus jejak- jejak orang yang sebelumnya disayang! "Memang laknat hati manusia!" demikian rutuk saudara, dan saudara bertekad menenggelamkan perasaan ini seolah ia adalah mayat orang yang mati terkena wabah pes, ataupun membabatnya habis ibarat gulma jenis baru dengan taraf bahaya kelas satu.
Maka otak kiri saudara bekerja lembur dan otak kanan dipaksa tidur. Segala rasio dikerahkan demi menghabisi yang namanya perasaan. Rasa harap, rasa bersalah, rasa sayang dan rasa marah campur aduk jadi satu, cukup untuk membuat saudara depresi atau setidak-tidaknya menurunkan nafsu makan menjadi cukup dua kali sehari.
Izinkan saya mencoba menjelaskan apa yang terjadi. Sebenarnya, yang ada hanyalah suatu transplantasi. Ibarat organ yang sudah tidak lagi bekerja, maka memori-memori, kenangan-kenangan lama yang bittersweet akan orang yang pernah saudara sayangi tidak lagi mengatur hidup saudara, tidak lagi memberi hidup, tidak lagi menimbulkan emosi. (saya percaya bahwa emosi dibutuhkan dalam hidup manusia, karena begitulah kita diciptakan,dan apabila seseorang tidak bisa mengisi hidupnya dengan emosi-emosi yang positif, maka ia akan berpegang erat pada emosi-emosi yang negatif.)
Karena itulah saudara butuh organ baru, memori-memori baru, kenangan-kenangan baru, tawa yang baru dan harapan yang baru. Dan memang, dengan adanya "organ" yang baru, akan menjadi mudah bagi saudara untuk membuang "organ" yang lama, ibarat seorang pasien gagal ginjal akut akan timbul kembali semangat hidupnya begitu mendapat kabar ada donor yang cocok baginya.
Bukan masalah saudara tidak setia, atau gampang berubah hati. Memang begitulah adanya, mau tidak mau, daripada menyimpan organ yang sekarat di dalam badan pastilah lebih baik mendapat tranplantasi.
Yah tapi, tentu saja ini sekedar teori. Bahkan saudara bisa menuduh saya bahwa teori ini adalah pembelaan diri. Tentu saja ada orang yang mati-matian menolak transplantasi, memilih untuk mundur atau melarikan diri, merasa toh nanti hatinya akan berubah lagi.
Sampai di sini, saya kehabisan kata-kata. Akan tetapi saya harap teori ini mungkin walaupun sedikit setidaknya telah menyentuh pikiran saudara.
No comments:
Post a Comment